Sabtu, 25 Januari 2014

PERKEMBANGAN PSIKOLOGI REMAJA









PERKEMBANGAN PSIKOLOGI REMAJA

PENDAHULUAN

A. Pengertian Remaja
Istilah adolescence (remaja) berasal dari kata latin “adolescere” yang berarti “tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, social dan fisik. Pandangan ini di ungkapkan oleh piaget : secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkanya untuk mencapai integrasi dalam dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataanya merupakan cirri khas yang umum dari periode perkembangan.

B.  Perkembangan Psikososial Remaja
Saat seseorang mencapai masa remaja, maka orang tersebut berada dalam masa pencarian identitas diri (Erikson, dalam Papalia, 2008). Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001). Pencarian identitas diri menurut Erikson (Papalia, 2008) sebagai konsepsi tentang diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang. Usaha remaja untuk memahami diri merupakan proses vital dan sehat yang didasarkan kepada pencapaian tahap sebelumnya.
Adapun tahap-tahap perkembangan psikososial ( Erikson, Mar’at, 2006) yang terjadi pada manusia adalah sebagai berikut:
  1. Kepercayaan vs ketidakpercayaan (trust vs mistrust); terjadi saat usia lahir – 1 tahun.
  2. Otonomi vs Rasa malu  dan ragu-ragu (Autonomy vs Shame and Doubt); terjadi saat usia 1 – 3 tahun.
  3. Inisiatif vs rasa bersalah (Initiative vs guilt); terjadi saat usia 4-5 tahun.
  4. Ketekunan vs rasa rendah diri (industry vs inferiority); terjadi saat usia 6 – 11 tahun.
  5. Identitas vs kebingungan peran (ego identity vs role diffusion); terjadi saat usia 12 – 20 tahun.
  6. Keintiman vs isolasi (intimacy vs isolation); terjadi saat usia 20 – 24 tahun.
  7. Generativitas vs stagnasi (generativity vs stagnation); terjadi pada usia 25 – 65 tahun.
  8. Integritas ego vs keputus asaan (ego integrity vs despair); terjadi saat usia 65 – meninggal.
Masing-masing tahap terdiri dari tugas perkembangan yang khas, yang mengharuskan individu menghadapi suatu krisis. Semakin berhasil individu mengatasi krisis, akan semakin sehat perkembangannya (Santrock, 2001). Lebih lanjut, Erikson lebih menekankan pada tahap perkembangan psikososial yang terjadi pada masa remaja yaitu identity vs role diffusion, hal ini karena pada tahap tersebut merupakan peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Peristiwa yang terjadi pada tahap ini sangat menentukan perkembangan masa dewasa.
C.  Ciri-Ciri Masa Remaja
Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentan kehidupan, masa remaja mempunyai cirri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Cirri-ciri tersebut diantaranya adalah :
1.Masa remaja sebagai masa yang penting
Meskipun semua periode dalam rentan kehidupan adalah penting, namun kadar kepentinganya berbeda-beda. Pada periode remaja baik akibat langsung maupun akibat jangka panjang tetap penting baik dari segi fisik maupun psikologis.
2.Masa remaja sebagai masa peralihan
Peralihan bukan berarti terputus atau berubah dari apa yang sudah terjadi sebelumnya. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa.
3.Masa remaja sebagai masa perubaahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan prilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Jika perubaha fisik menurun maka perubahan sikap dan prilaku juga akan menurun. Ada empat perubahan yang bersifat universal, diantaranya adalah :
1.      Meningginya emosi
2.      Perubahan tubuh
3.      Dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah
4.      Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan

4.Masa remaja sebagai masa bermasalah
Setiap periode mempunyai mempunyai masalah, namun masalah pada periode remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik bagi anak laki-laki maupun perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu:
1.      Sepanjang masa kanak-kanak sebagian besar masalah mereka diselesaikan oleh orang tua atau guru, sehingga mereka para remaja kurang bias memanajemen masalah mereka.
2.      Karena para remaja merasa mandiri, bias mengatasi masalah dengan sendiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan dari orang tua maupun guru.
5.Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pada tahun-tahun awal remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi perkembanganya. Tetapi krisis identitas dalam kebudayaan amerika saat ini menimbulkan suatu dilema yang menyebabkan “krisis identitas” atau masalah identitas ego pada remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perananya dalam masyarakat.


D. Minat-minat Remaja
Minat merupakan suatu keinginan dan kebutuhan yang ingin dan harus diperoleh, dalam perkembanganya remaja memiliki dua minat pokok yaitu:
1.      Minat sosial
Minat yang bersifat sosial bergantung pada kesempatan yang diperoleh remaja untuk mengembangkan minat tersebut dan pada kepopulerannya dalam kelompok. Minat sosial yang umum pada remaja meliputi : pesta, minum-minuman keras, obat-obatan terlarang, percakapan, menolong orang lain, kritik dan pembaharuan.
2.      Minat pribadi
Minat pada diri sendiri merupakan minat yang terkuat dikalangan remaja. Sebabnya adalah mereka sadar bahwa dukungan sosial sangat besar dipengaruhi oleh penampilan diri untuk menarik perhatian kelompok sosial. Diantara minat pribadi yaitu : minat pada penampilan diri, minat pada pakaian, minat pada prestasi, minat pada pendidikan, dan minat pada pekerjaan.




BAB II
PEMBAHASAN


A. Perkembangan Identitas Dan Individuasi
Menurut Josselson (Mar’at, 2006) proses pencarian identitas, - yaitu proses di mana seseorang mengembangkan suatu identitas personal atau sense of self yang unik, yang berbeda dan terpisah dari orang lain- ini disebut dengan individuasi (individuation). Proses ini terdiri dari empat tahap yang berbeda tetapi saling melengkapi. Empat tahap tersebut adalah:
1.      Diferensiasi; terjadi pada usia 12 – 14 tahun; pada tahap ini remaja menyadari bahwa ia berbeda secara psikologis dari orang tuanya. Kesadaran ini membuatnya mempertanyakan dan menolak nilai-nilai dan nasehat orang tuanya, sekalipun hal tersebut masuk akan.
  1. Praktis; terjadi pada usia 14 – 15 tauhn; pada tahap ini remaja percaya bahwa ia mengetahui segalanya dan dapat melakukan sesuatu tanpa salah. Remaja menyangkal kebutuhan akan peringatan atau nasehat dan menantang orang tuanya pada setiap kesempatan. Komitmen terhadap teman sebaya juga bertambah.
  2. Penyesuaian dan eksperimentasi; terjadi pada usia 15 -18 tahun; pada tahap ini, remaja mulai dapat menerima kembali sebagian otoritas orang tuanya dengan syarat. Tingkah lakunya sering silih berganti antara eksperimentasi dan penyesuaian, kadang menentang dan kadang berdamai. Di satu sisi remaja dapat menerima tanggung jawab di sekitar rumah, namun di sisi lain remaja akan kesal saat orang tuanya selalu mengontrol dan membatasinya.
  3. Konsolidasi; pada usia 18 – 21 tahun; pada tahap ini remaja mengembangkan kesadaran akan identitas personal, yang menjadi dasar bagi pemahaman dirinya dan orang lain, serta untuk mempertahankan perasaan otonomi, independen dan individualitas.
Status identitas menurut Marcia (Papalia, 2008) adalah perkembangan ego yang tergantung pada kehadiran atau ketidakhadiran krisis dan komitmen. Krisis menunjuk masa dimana remaja berusaha memilih beberapa alternalif pilihan, yang pada akhirnya bisa menetapkan satu alternative tertentu dan memberikan perhatian besar terhadap keyakinan dan nilai-nilai yang diperlukan dalam pemilihan alternative tersebut. Sedangkan komitmen menunjuk pada usaha membuat keputusan mngenai sesuatu dan menentukan berbagai startegi untuk merealisasikannya (Mar’at, 2006). Proses pembentukan identitas diri melibatkan dua aspek, yaitu eksplorasi dan komitmen. Berdasarkan ada atau tidaknya proses eksplorasi dan komiten pada individu, Marcia mengolongkan identitas diri ke dalam 4 (empat) status identitas yaitu identity diffusion, identity foreclosure, moratorium, dan identity achievement.
Identity Achievement  adalah pencapaian status identitas yang ditandai dengan komitmen untuk memilih  menjadikannya sebuah krisis, sebuah periode yang dihabiskan untuk mencari alternative. Foreclosure merupakan status identitas dimana seseorang tidak menghabiskan banyak waktu untuk mempertimbangkan berbagai alternative (dank arena itu tidak pernah berada dalam krisis) dan melaksanakan rencana yang disiapkan orang lain untuk dirinya.
Moratorium merupakan status identitas dimana seseorang mempertimbangkan berbagai alternative (dalam krisis) dan tampaknya mengarah pada komitmen. Identity diffusion merupakan status identitas yang ditandai oleh ketiadaan komitmen dan kurangnya pertimbangan serius terhadap berbagai alternative yang ada. Terdapat 5 kasus dari psikososial yaitu:
  1. Identity yaitu mengemukakan dan mengerti dari sebagai individu.
    Pada masa remaja terjadi perubahan yang sangat penting pada identitas diri (Harter, 1990). Pada masa remaja sangsi akan identitas dirinya dan tidak hanya sangsi akan personal sense dirinya tapi juga untuk pengakuan dari orang lain dan dari lingkungan bahwa dirinya merupakan indiviodu yang unik dan khusus.
2.      Autonomy yaitu menetapkan rasa yang nyaman dalam ketidaktergantungan.
Remaja berusaha membentuk dirinya menjadi tidak tergantung tetapi        berusaha untuk menemukan dirinya dengan kaca mata dirinya sendiri dan    orang  lain. Hal ini merupakan suatu proses yang sulit, tidak  hanya bagi remaja  tetapi juga bagi orang lain di sekitarnya.Terdapat tiga perkembangan penting dari autonomy, yaitu:
- mengurangi ikatan emosional dengan orang tua.
- mampu untuk mengambil keputusan secara mandiri.
- Membentuk “tanda personalnya” dari nilai dan moral (Donvan and Andelson, 1966; Seinberg, 1990).
3. Intimacy yaitu membentuk relasi yang tertutup dan dekat dengan orang lain.
Selama masa remaja perubahan penting lainnya adalah kemampuan individu untuk menjalin kedekatan dengan orang lain, khususnya dengan sebaya.
Pertemuan muncul pertama kali pada masa remaja melibatkan keterbukaan, kejujuran, loyaliyas dan saling percaya, juda berbagi kegiatan dan minat (Sarin Williams and Bernet, 1990). “dating”, menjadi penting dan sebagai konsekuensinya kemampuan untuk menjalin hubungan melalui kepercayaan dan cinta.
4. Sexuality yaitu mengekspresikan perasaan-perasaan dan merasa senang jika ada kontak fisik dengan orang lain. Kegiatan seksual secara umum dimulai pada masa              remaja, kebutuhan untuk  memecahkan  masalah  nilai-nilai  sosial  dan  moral          terjadi  pada masa ini (Kart Chadorin, 1990).Achivement yaitu  mendapatkan    keberhasila dan memiliki kemampuan sebagai anggota masyarakat.

5. Pengembalian keputusan yang penting terjadi pada masa remaja dan membawa konsueksi yang panjang tentang sekolah dan karir (Henderson and Dweck, 1990).
Umumnya pengembalian keputusan bergantung pada evaluasi diri remaja mengenai kecakapan dan kemampuan dari aspirasi dan harapannya dimasa mendatang, dan dari masukan-masukan yang diterima oleh remaja dari tugas guru dan teman.
Ada tiga hal yang  mendukung pembentukan Status Identitas Diri Remaja, yaitu:
  1. Keyakinan dan Kematapan bahwa ia mendapat dukungan Orangtua
  2. Mengembangan rasa untuk ingin bekerja dan mandiri
  3. Mampu mencapai perspektif & pandangan refleksi diri terhadap masa depannya

B.  Perkembangan Dengan Orang Tua
Bila hubungan remaja muda dengan anggota-anggota keluarga tidak harmonis selama masa remaja, biasanya kesalahan terletak pada kedua belah pihak. Sering kali orang tua tidak memperbaiki konsep mereka tentang kemampuan anak mereka setelah anak-anak menjadi lebih besar. Akibatnya, mereka memperlakukan anak remaja mereka seperti ketika anak-anak itu masih kecil. Sekalipun demikian mereka mengharapkan anak “bertindak sesuai dengan usia,” terlebih bila berhubungan dengan masalah tanggung jawab.
Masalah yang penting lagi adalah apa yang disebut “kesenjangan generasi” antara remaja dengan orang tua mereka. Kesenjangan ini sebagian disebabkan karena adanya perubahan radikal dalam nilai dan standar perilaku yang biasanya terjadi dalam perubahan budaya yang pesat, dan sebagian disebabkan karena kenyataan bahwa kawula muda sekarang memiliki  banyak kesempatan untuk pendidikan, sosial dan budaya yang lebih besar daripada masa remaja orang tua mereka. Jadi sesungguhnya ini merupakan “kesenjangan budaya,” sepenuhnya bukan karena perbedaan dalam usia kronologis.
Kesenjangan generasi yang paling menonjol  terjadi di bidang norma-norma sosial. Seperti telah ditunjukkan sebelumnya, perilaku seksusal yang sekarang dilakukan oleh para remaja adalah perilaku yang sangat terlarang oleh orang tua pada usia yang sama.
Orang tua tidak dapat sepenuhnya dipersalahkan sehubungan dengan pertentangan yang berkembang antara mereka dan anak remaja mereka. Kecuali nak-anak praremaja, remaja muda adalah anak yang paling tidak bertanggung jawab, paling sulit dihadapi, paling tidak dapat diramal dan paling menjengkelkan. Ketidakmampuan dan ketidakmauan untuk berkomunikasi dengan orang tuasemakin memper besar kesenjangan mereka.
Orang tua sulit menerima keengganan remaja untuk mengikuti larangan-larangan yang dipandang penting, dan mereka tidak sabar menghadapi kegagalan remaja memikul tanggung jawab yang sesuai dengan usia remaja. Sumber-sumber kejengkelan ini biasanya mencapai puncaknya anatara usia empat belas dan lima belas tahun, setelah itu hubungan orang tua-anak mulai membaik. Sama pentingnya, banyak remaja merasa bahwa orang tua tidak “mengerti mereka” dan bahwa standart perilaku orang tua dianggap kuno. Hal ini lebih disebabkan karena kesenjangan budaya, seperti sudah dijelaskan, dan bukan karena perbedaan dalam usia.
sebab-sebab umum pertentangan keluarga selama masa remaja
·         Standart perilaku
Remaja sering menganggap standart perilaku orang tua yang kuno dan yang modern berbeda dan standart perilaku orang tua yang kuno harus menyesuaikan diri dengan yang modern.
·         Metode disiplin
Kalau metode disiplin yang digunakan orang tua dianggap “tidak adil” atau “kekanak-kanakan,” maka remaja akan memberontak. Pemberontakan yang terbesar terjadi dalam keluarga dimana salah satu orang tua lebih berkuasa daripada yang lainnya, terutama bila ibu yang mempunyai kekuasaan terbesar.
·         Hubungan dengan saudara kandung
Remaja mungkin menghina adik-adiknya dan membenci kakak-kakaknya sehingga menimbulkan pertentangan dengan mereka dan juga dengan orang tua yang dianggap bersikap “pilih kasih”
·         Merasa menjadi korban
Remaja merasa selalu benci kalau status sosioekonomi keluarga tida memungkinkannya mempunyai simbol-simbol status yang sama dengan yang dimiliki teman-teman, seperti pakaian, mobil, dan sebagainya. Remaja tidak menyukai bila harus memikul tanggung jawab rumah tangga seperti merawat adik-adik, atau bila orang tua tiri masuk kerumah dan mencoba “memerintah.” Hal ini tidak disukai orang tua dan menambah ketegangan hubungan orang tua-remaja.
·         Sikap yang sangat kritis
Anggota keluarga tidak menyukai sikap remaja yang terlampau kritis terhadap mereka dan terhadap pola kehidupan keluarga pada umumnya.
·         Besarnya keluarga
Dalam keluarga sedang-yang terdiridari tiga atau empat anak-lebih sering terjadi pertentangan-pertentangan dibandingkan dalam keluarga kecil atau keluarga besar. Orang tua dalam keluarga besar tidak membenarkan adanya pertentangan, sedangkan dalam keluarga kecil remaja bersikap lebih lunak dan tidak merasa perlu untuk memberontak.
·         Perilaku yang kurang matang
Orang tua sering mengembangkan sikap sering menghukum bila para remaja mengabaikan tugas-tugas sekolah, melalaikan tanggung jawab atau membelanjakan uang semaunya. Remaja membenci sikap kritis dan sikap menghukum ini.
·         Memberontak terhadap sanak keluarga
Orang tua dan sanak keluarga menjadi marah bila remaja mengungkapkan perasaannya secara terang-terangan bahwa pertemuan-pertemuan keluarga “membosankan” atau bila para remaja menolak usul dan nasihat-nasihat mereka.
·         “ Masalah palang pintu”
Kehidupan sosial remaja yang baru dan yang lebih aktif dapa mengakibatkannya melanggar pertauran keluarga mengenai waktu pulang dan mengenali teman-teman dengan siapa ia berhubungan, terutama teman-teman lawan jenis.


C.  Perkembangan Dengan Teman Sebaya
Perkembangan kehidupan remaja juga ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan. Karena sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman-teman sebaya mereka. Memang pada prinsipnya hubungan teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan remaja. Seperti teori yang dikemukakan oleh Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan yang menekankan bahwa melalui teman sebaya anak dan remaja belajar hubungan timbal balik yang simetris. Mereka juga mempelajari secara aktif kepentingan-kepentingan dan perspektif teman sebaya dalam rangka meluruskan integrasi dirinya dalam aktivitas teman sebaya yang berkelanjutan. Batasan usia remaja adalah masa diantara 12-21 tahun. Dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir. Pengaruh teman sebaya terhadap perrkembangan remaja yang berdampak positif pada beberapa aspek, yaitu:
1.   Aspek Kepribadian Pengaruh Kehadiran Teman Sebaya
a.      Aspek Fisik
Dengan kehadiran teman sebaya, remaja dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan fisiknya, seperti kegiatan-kegiatan kelompok yang sama-sama menyukai aktifitas fisik. Misalnya kelompok sepak bola, karate, dan sebagainnya.

b.      Aspek Intelektual
Di sini remaja berkelompok dengan minat yang sama, seperti ajang diskusi atau kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan kemampuan intelektualnya. Mengontrol implus-implus agresif, melalui teman sebaya, remaja belajar bagaimana memecahkan pertentangan-pertentangan dengan cara-cara yang lain selain tindakan agresi langsung.
c.       Aspek Emosi
Memperoleh dorongan emosionaldan sosial serta menjadikan lebih independen. Remaja membuat kelompok untuk saling menyalurkan emosinya dan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab. Dorongan yang diperoleh remaja dari teman-teman sebaya mereka ini akan menyebabkan berkurangnya ketergantungan remaja pada dorongan keluarga mereka.

d.      Aspek Sosial
Meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara yang lebih matang. Memiliki percakapan dan perdebatan dengan teman sebaya, remaja belajar mengekspresikan ide-ide dan perasaan-perasaan serta mengembangkan perasaan-perasaan serta mengembangkan kemampuan mereka memecahkan masalah. Kerena dengan adanya teman sebaya mereka merasa memiliki teman senasib, se-ide, seperjuangan sehingga melalui kegiatan sosial yang mereka bentuk, remaja merasa dihargai oleh lingkungannya.
e.       Aspek Moral
Umumnya orang dewasa mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang apa yang benar dan apa yang salah. Sedangkan, dalam kelompok teman sebaya, remaja mencoba mengambil keputusan atas diri mereka sendiri. Mereka mengevaluasi nilai-nilai yang dimilikinya dan yang dimilki oleh teman sebayanya serta memutuskan mana yang benar. Proses evaluasi ini dapat membantu remaja mengembangkan kemampuan penalaran moral mereka.
f.       Harga Diri (self-esteem)
Menjadikan orang yang disukai oleh sejumlah besar teman-teman sebayanya membuat remaja merasa enak atau senang tentang dirinya, sehingga meningkatkan rasa percaya diri mereka.
g.      Seksualitas
Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin. Sikap-sikap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin terutama dibentuk melalui interaksi dengan teman sebaya. Remaja belajar mengenai tingkah laku dan sikap-sikap yang mereka asosiasikan dengan menjadi laki-laki dan perempuan muda.
 Dampak kehadiran teman sebaya juga tidak selamanya meberi pengaruh yang positif bagi perkembangan remaja. Bila orang tua kurang memberikan pengetahuan yang baik bagi remaja, maka akibatnya bisa menimbulkan hal-hal yang negatif, seperti:
a.       Mental
Bagi sebagian remaja, ditolak atau diabaikan teman sebayanya menyebabkan munnculnya perasaan kesepian atau permusuhan. Disamping itu, penolakan teman sebaya berdampak juga pada kesehatan mental dan problem kejahatan.
b.      Kriminalitas
Teman sebaya dapat memperkenalkan remaja pada alkohol, obat-obatan (narkoba), kenakalan, kejahatan kriminalitas lainnya, dan berbagai perilaku yang dipandang semua orang sebagai bentuk perbuatan negatif yang menyimpang dari norma.
c.       Seksualitas
Seks bebas yang terjadi pada remaja jaman sekarang ini kebanyakan diperkenalkan oleh teman-teman sebaya mereka. Kontrol orang tua yang kurang mengakibatkan anak salah memilih teman untuk bergaul. Karena seks bebas yang yang dilakukan oleh para remaja biasanya dilakukan bersama teman sebaya mereka.

 Yang perlu diperhatikan agar remaja tidak menyimpang dari aturan aturan dalam bersosialisasi yaitu :
a.      Peran Disiplin
Remaja harus mampu mengatur waktu. Kapan belajar, kapan bermain dengan teman sebaya dan kapan membantu orang tua.
  1. Peran Kontrol Orang Tua
Orang tua tetap harus dapat mengontrol remaja dalam berhubungan dengan teman-teman sebayanya.
  1. Hindari lingkungan yang dapat membawa remaja ke arah pergaulan yang negatif
Lingkungan yang  dipilih sangat mempengaruhi pribadi remaja, merupakan pengaruh eksternal yang sangat kuat. Pada usia remaja pemikiran yang dimiliki masih labil sehingga mudah untuk dipengauhi.
  1. Pandai-pandai dalam memilih bentuk kegiatan yang akan dimasuki
Sekarang ini ada organisasi atau suatu komunitas yang dalam kegiatannya justru malah berdampak negatif pada perkembangan remaja. Organisasi yang baik, organisasi yang membawa kita berlaku sesuai norma.
  1. Pilihlah teman yang memberi dampak/pengaruh yang positif terhadap kita
Harus pandai-pandai memilih teman yang dapat membawa pengaruh positif. Karena sebagian waktu remaja dihabiskan dengan teman sebaya, sehingga sangat berpengaruh pada perkembangan remaja.
  1. Memiliki aturan-aturan yang jelas sebagai bekal pada saat bersosialisasi dengan teman-teman remaja yang lain. Dalam diri remaja sebenarnya harus sudah ditanamkan aturan-aturan yang membatasi mereka dalam bertidak. Sehingga, mereka tidak gegabah dalam mengambil keputusan dan tidak menyimpang dengan norma yng berlaku.





BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1.      Menurut piaget secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkanya untuk mencapai integrasi dalam dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataanya merupakan cirri khas yang umum dari periode perkembangan.
2.      Erikson lebih menekankan pada tahap perkembangan psikososial yang terjadi pada masa remaja yaitu identity vs role diffusion, hal ini karena pada tahap tersebut merupakan peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Peristiwa yang terjadi pada tahap ini sangat menentukan perkembangan masa dewasa.
3.      Menurut Josselson (Mar’at, 2006) proses pencarian identitas, - yaitu proses di mana seseorang mengembangkan suatu identitas personal atau sense of self yang unik, yang berbeda dan terpisah dari orang lain- ini disebut dengan individuasi (individuation). Proses ini terdiri dari empat tahap yang berbeda tetapi saling melengkapi. Empat tahap tersebut adalah: Deferensiasi, praktis, penyesuaian dan eksperimentasi, dan konsolidasi
Tiga hal yang  mendukung pembentukan Status Identitas Diri Remaja, yaitu :
1.      Keyakinan dan Kematapan bahwa ia mendapat dukungan Orangtua
2.      Mengembangan rasa untuk ingin bekerja dan mandiri
3.       mencapai perspektif & pandangan refleksi diri terhadap masa depannya
4.      Sebab-sebab umum pertentangan keluarga selama remaja adalah Standart perilaku
Metode disiplin, Hubungan dengan saudara kandung, Merasa menjadi korban ,Sikap yang sangat kritis ,Besarnya keluarga ,Perilaku yang kurang matang ,Memberotak terhadap sanak keluarga ,Masalah palang pintu.
5.      teori yang dikemukakan oleh Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan yang menekankan bahwa melalui teman sebaya anak dan remaja belajar hubungan timbal balik yang simetris. Mereka juga mempelajari secara aktif kepentingan-kepentingan dan perspektif teman sebaya dalam rangka meluruskan integrasi dirinya dalam aktivitas teman sebaya yang berkelanjutan. Batasan usia remaja adalah masa diantara 12-21 tahun. Dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir.

3 komentar:

Tulisanku mengatakan...

Terimakasih...
tulisannya sangat bermanfaat

Unknown mengatakan...

Tulisannya sangat bermanfaat. Akan tetapi lebih bagus lagi kalau disertai dengan daftar pustaka.

Unknown mengatakan...

Tulisannya sangat bermanfaat. Akan tetapi lebih bagus lagi kalau disertai dengan daftar pustaka.

Posting Komentar

KUMPULAN BAHASAN

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | ewa network review